Dering
ponsel memecah suasana siang itu ketika hendak tidur siang. Bergegas aku
melihat ponsel ternyata ada sebuah pesan singkat dari teman lamaku. Temanku ini
sedang menganggur karena kontrak kerjanya sudah habis beberapa bulan yang lalu.
Sedangkan aku baru memasuki semester 3, sebelum kuliah kita kerja bareng di
kota cikarang kurang lebih 1,5 tahun. Kemudian aku membaca pesan singkat
tersebut.
“bro
koe arep melu munggah merbabu ora, kie kancaku ngajaki munggah”
Sebelum
membalas pesan tersebut aku berpikir sejenak, soalnya saya dan temanku pemula
jadi saya agak ragu, kemudian saya balas smsnya “pie bro, emange karo sapa bae”
tak lama temanku membalas “karo kancaku cewe, gelem kan?” tanpa pikir panjang
aku mengiyakan ajakan tersebut, gimana lagi kalau ada cewenya ya semangat.
Beberapa hari kemudian teman cewe
dari temanku itu mengirim pesan singkat.
“selamat siang, maaf ini mas mugi,
maaf temanku sakit jadi kami tidak jadi ikut”
Tak lama temanku itu pun mengirim
pesan singkat.
“sorry bro,kancaku ra bisa. Terus
pie sida ra?”
Kemudian
tak lama aku membalas pesan singkat tersebut.
“pie ya bro ak wis terlanjur ngajaki
batirku nang kene jhe, ya kudu lanjut. Koe tetep melu kan?” akhirnya temanku
pun tetap ikut karena awalnya memang dia yang mengajak ke gunung merbabu. Namun
tanpa kehadiran temannya seperti rencana sebelumnya.
Tiga hari sebelum keberangkatan ke
gunung merbabu saya dan teman kuliahku mem-booking peralatan untuk mendaki
gunung agar tidak kehabisan. Kami mem-booking peralatan seperti matras, tenda,
sleeping bag, sepatu dan sebagainya.
Hari itupun tiba, tak disangka-sangka
teman kuliahku juga mengajak teman kosnya. Perasaan saya mulai tidak enak,
kenapa? Kebanyakan kita semua masih pemula dan sebagai tim ini terlalu banyak.
Parahnya lagi anggota yang di ajak temanku ini sama sekali tidak pernah
konfirmasi akan ikut dan mereka ini tidak membawa peralatan penting untuk
mendaki seperti tenda atau sleeping bag. Mereka ini cuma membawa matras kecil,
tas kecil atau tas gendong biasa dan jacket yang menempel di badan. Kurang
lebih saat itu ada 12 anak, tapi gimana lagi rencana ini harus tetap lanjut.
Sebelum berangkat saya dan temanku mengambil peralatan dan yang lainnya yang
udah aku pesan sebelumnya dan mempersiapkan perbekalan logistik. Jam 3.30 sore
atau setelah ‘ashar kita berangkat dari yogyakarta menuju base camp gunung
merbabu di desa wekas, kabupaten magelang.
Perjalanan lancar dari kota
Yogyakarta menuju kota Magelang. Awan mendung mulai menyelimuti ketika kami
menuju desa wekas. Jalanan terus menanjak namun tidak terlalu curam. Suhu udara
mulai membuat kami terpaksa mengurangi kecepatan berkendara karena suhu mulai
dingin. Kita disuguhi pemandangan yang indah dengan perbukitan hijau dengan
tanaman sayur mayurnya. Kabut tipis mulai menyelimuti dan awan gelap pun
mengikuti kita. Tepat setelah kita memasuki jalan beton tanpa aspal yang
lebarnya 80 cm kami diguyur hujan. Lebar jalan sebenarnya 5 meteran. Namun pelat
beton dibuat dengan 2 jalur yang lebarnya 80 cm namun tengah tidak di beton
jadi bagian tengah dan samping luar tetap tanah yang ditumbuhi rumput. Apalagi
jalanan semakin menanjak curam. Alhasil kami numpang di rumah warga untuk
menunggu hujan reda, karena jalanan cukup licin.
Setelah cukup reda kami harus terpaksa
melanjutkan karena hari juga sudah mulai gelap. Beberapa motor melaju dulu,
karena jalanan sangat menanjak curam jadi kami melaju satu-satu untuk tancap
gas dari bawah. Namun tetap saja untuk motor dengan kapasitas mesin dibawah 110
cc dan motor matic tidak kuat untuk boncengan. Hanya 3 motor yang berhasil
melaju duluan ke base camp. Termasuk motorku yang tidak kuat menanjak, jadi
temanku yang saya bonceng saya suruh turun dan motor yang tidak kuat lainnya.
Ketika jalan agak landai aku coba bonceng temanku lagi namun tidak kuat,
terpaksa temanku saya tinggal dulu ke base camp dan aku suruh motor yang kuat
unutk menjemput anak-anak yang ditinggal di bawah karena motor yang membonceng
tidak kuat.
Jam enam lurang kami semua telah
sampai di base camp dan memakirkan motor dan mendaftarkan di pos. Untuk melepas
lelah karena kejadian di tanjakan tadi, aku dan beberapa yang lain menikmati
pemandangan matahari terrbenam yang tertutup kabut tipis. Adzan maghrib
berkumandang, kami putuskan untuk menanjak setelah isya. Jadi kami semua bisa
menunaikan shalat terlebih dahulu sebelum mendaki dan mengisi perut di warung
sekitar tempat parkir.
Suhu semakin dingin dengan sesekali
angin berhembus membuat mengerutkan dahi. Pendaki-pendaki dari daerah lain pun
mulai mempersiapkan perbekalan pendakian. Semakin malam base camp gunung
merbabu di desa wekas semakin ramai. Ada beberapa rombongan yang malah
menggunakan mobil pick up. Kebetulan memang saat itu hari sabtu atau malaem
minggu. Mungkin ada yang akan mengadakan acara perkemahan di camping ground di
pos 2. Kami pun bergegas mengecek kembali perbekalan sebelum mendaki terutama
senter karena kami mendaki di malam hari dan juga madu sachet untuk menjaga
asupan kalori selama pendakian.
Setelah semuanya siap kami semua
berdoa sebelum memulai pendakian. Yossssh ........akhirnya perjalanan pendakian
dimulai. Namun belum ada 100 meter dari base camp kami disambut tanjakan curam
dengan kemiringan 60 derajat. Mulai deh terdengar bunyi suara tarikan dan
hembusan nafas. Malah ada satu teman kami setelah berjalan kurang dari 100
meter meminta istirahat. Ya gimana lagi karena hampir semua anggota tim ini
pemula anggap saja ini pemanasan sebelum memasuki trek yang lebih parah. Dari
base camp ke pos 1 tiap kurnang lebih 100 meter
tim kami berhenti. Parahnya ketika kami sudah berjalan jauh selam 1 jam
jalan sudah mulai menanjak curam, hanya 10-20 langkah beberapa anggota kami
sudah minta berhenti. Jarak dari base camp ke pos 1 yang normalnya bisa
ditempuh 1,5 jam ,kami tempuh lebih dari 2 jam. Di pos 1 kami beristirahat
cukup lama kurang lebih 30 menitan. Parahnya lagi dari beberapa yang paling
sering minta istirahat malah merokok dengan santainya. Mungkin ini adalah
jawaban perasaan tidak enak sebelum berangkat tadi. Dengan kejadian sama sekali
aku tidak dapat membayangkan puncak. Aku cuma berharap kita selamat dan dapat
kembali pulang nanti.
Setelah puas beristirahat kami
melanjutkan perjalanan. Di malam itu pendaki cukup ramai, jalan pendakian
sangat berdebu. Ternyata hujan yang menyambut kami tidak turun di gunung
merbabu. Alhasil kami yang tersengal-sengal karena tanjakan yang curam ditambah
debu-debu yang berterbangan.
Tak lama setelah berjalan dari pos 1
ke pos 2 teman kerjaku berbisik kepadaku bahwa katanya dia ada panggilan kerja
di Tangerang dan senin pagi harus sudah sampai disana. Aku berpikir sejenak, di
satu sisi aku harus membawa tim ini ke puncak bersama-sama dan tentu aku juga
sangat menginginkan puncak. Aku sangat ingin tahu bagaimana rasanya diatasa
puncak gunung merbabu, di sisi lain temanku ada panggilan kerja dan harus
sampai di Tangerang senin pagi.sebelum membuat keputusan aku berpikir agar
keputusan yang akan ku ambil dapat menjadi keputusan yang win-win solution.
Aku membuat sebuah simulasi dalam
otak sebelum keputusan. Aku berpikir sambil berjalan “dengan bis perjalan dari
yogyakarta ke tangerang paling telat setidaknya 16 jam di tambah 3 jam
perjalanan dari wekas ke Yogyakarta, artinya butuh 19 jam dari turun gunung
sampai di hari senin.berarti itu jam 11
siang. Untuk temanku prepare sebelum berangkat 2jam cukup. Berarti jam 9 harus
sudah turun. smentara ini sduah pukul 11 dan pos 2 sebentar lagi, aku berpikir
untuk ke puncak terlebih dahulu bersama temanku dengan asumsi perjalan ke
puncak di asumsikan 4 jam. Jadi sampai puncak jam 3. Kemudian di puncak 15
menitan dan turun gunung 5 jam cukup. Jadi bisa turun sampai base camp sebelum
jam 9”. Ok fix,,akhirnya apa yang aku pikirkan aku sampaikan pada temanku,
temanku mengiyakan.lalu aku menceritakan pada anggota lain yang cukup
berpengalaman naik gunung bahwa kau akan naik dulu bersama temanku dan aku
meminta dia untuk meminta anggota tersisa.
Perlahan demi perlahan aku dan
temanku menjauh dari anggota lain. Namun setelah jauh berjalan aku melihat
temanku mulai nampak kelelahan dan nafasnya berat. Kemudian temanku itu
berbisik “bro kayane nek mlakune kaya kie terus aku ra kuat. Kayane aku ra usah
muncak ra papa lah” kemudian aku berkata “koe yakin bro ra muncak, ya nek aku
si ra papa seh aku waktu lah” kemudian temanku menjawab dengan nafasa agak
tersengal-sengal “ya wis lah gk papa”.karena temanku sudah tidak mungkin untuk
ke puncak terpaksa saya berhenti di pos 2 di area camping ground untuk
mendirikan tenda saja, sambil menunggu anggota lainnya. Akhirnya aku dan temanku
berencana turun dulu setelah jam 5, dan anggota lainnya tetap melnjutkan.
Tak lama setelah tenda didirikan,
anggota kami mulai datang. Kurang lebih setengah jam setelah aku dan temanku
sampai di pos 2. Akhirnya aku menceritakan kepada anggota lainnya bahwa aku dan
teman kerjaku akan turun terlebih dahulu besok. Di pos 2 kami disambut badai
yang cukup kencang, benar-benar menusuk tulang. Namun suasana di pos 2 ini
sudah layaknya pasar kaget, ada suara musik, tawa, candaan. Area Camping ground
di pos 2 hampir penuh, mungkin itu adalah rombongan tadi yang memakai pick up
ditambah pendaki lain tentunya. Suasanan yang ramai, membuat kami pun larut
dengan suasana tanpa perlu mengkhawatirkan cerita-cerita mistis yang pernah aku
dengar dari temanku yang pernah mendaki sebelumnya. Beberapa dari kami
menyalakan api unggun dan yang lainya mengeluarkan logistik masing-masing untuk
mengisi perut yang keroncongan. Setelah aku dan teman kerjaku cukup makan, aku
menyuruhnya untuk tidur saja soalnya besok akan turun.
Namun mata tidak mampu terpejam,
apalagi dengan tenda yang penuh sesak karena satu tenda untuk 12 orang.
Terpaksa beberapa di luar yang memang tidak bawa tenda. Ada kaki yang di buat
bantal, ada yang tidur dalam sleeping bag, ditambah kami sama sekali tidak
mampu merubah posisi tidur. Hari semakin pagi namun tak ada anggota lain selain
aku dan teman kerjaku bangun untuk menuju puncak. Kemudian aku ngomong kepada
teman kuliahku yang tidur di sampingku “sebenere koe sida muncak ora” karena
memang tidak tidur, temanku itu segera menjawab “halah mboh, wong digugah yo ra
do tangi” jawabnya dengan logat pemalang. Ya sudahlah, karena aku juga tidak
mungkin ke puncak karena nanti pagi aku harus menemani temanku untuk turun
gunung. Aku melanjutkan tidurku dan mencoba merelakan puncak merbabu.
Aku terbangun oleh suara
pendaki-pendaki yang akan melanjutkan ke puncak. Aku lihat angggota timku tak
ada satupun sepertinya yang akan melanjutkan perjalanan. Jangan-jangan ikutan
tidak ke puncak karena saya tidak melanjutkan perjalanan. Entahlah saya tidak
peduli, sekarang yang paling penting aku harus menemani temanku untuk turun
gunung. Tidak mungkin juga aku membiarkan temanku turun sendiri, teman macam
apa yang membiarkan temannya turun sendiri. Lagi pula aku sudah menyerahkan
anggota lain pada anggota lain yang memang berpengalaman. Jadi aku sudah tidak
khawatir lagi. Bergegas aku bangunkan yang lain karena tendanya akan aku segera
lipat, karena harus segera turun. Tak lupa juga membersihkan sampah-sampah
plastik. Iya dong anak gunung masa nyampah. Aku juga teringat dengan sebuah
kalimat yang cukup bagus.
“jangan membunuh apapun kecuali
waktu, jangan meninggalkan apapun keculai jejak langkah, jangan mengambil
apapun kecuali gambar”
Setelah semua beres tak lupa sebelum
berpisah kami foto-foto dulu. Tak lupa aku menyerahkan motorku ke anggota lain
karena aku pulang boncng pakai motor temanku itu. Yapzz.....akhirnya anggota
yang lain katanya akan melanjutkan perjalanan. Namun aku agak ragu mereka akan
sampai puncak. Akhirnya kami berpisah, aku dan temanku turun gunung. Cuaca
cukup cerah dengan jalan yang masih berdebu seperti semalam. Tak lama aku dan
temanku menurun dari pos 2 ke base camp hanya kurang dari 2 jam. Kami langsung
mengambil motor dan menyerah karcis parkir dan cuzzz lanjut pulang ke
yogyakarta. Efek tidak bisa tidur di camp, beberapa kali tertidur di motor
apalagi angin sepoi-sepoi seperti merayuku untuk tidur.
Jam 10 lebih kami sampai di tempat
kos temanku, berhubung kunci kosku ada di motor jadi aku terpaksa istirahat di
kamar kost temanku. Akhirnya temanku pun bergegas pulang, untuk mengejar waktu
agar sampai di kota Tangerang katanya dia akan memakai transportasi kereta api.
Semoga saja sampi tepat waktu kawan. Aku pun melanjutkan tidurku yang tidak
terlaksana sewaktu di pos 2 dan di motor tadi,,hehehe. Aku terbangun oleh suara
motor dan suara orang di depan kost temanku. Ternyata mereka sudah pulang
sekitar jam 15.00 mereka sampai di kos. Ternyata apa yang saya firasatkan
benar, mereka tidak sampai puncak. Katanya mereka si ada satu anggota yang
sudah drop banget dan tidak mungkin melanjutkan perjalanan.
Ya ...sudahlah intinya kita semua
selamat dan bisa pulang kembali untuk beraktifitas seperti biasa kembali. Dan
aku berharap suatu saat aku dapat melanjutkan perjalanan yang tertunda menuju
puncak gunung merbabu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar